Rabu, 09 Juni 2010

Laporan Pendahuluan Efusi Pleura


1. Pengertian

a. Efusi pleura adalah akumulasi cairan yang berlebihan pada rongga pleura, cairan tersebut mengisi ruangan yang mengelilingi paru.

b. Efusi pleura merupakan penyakit saluran pernafasan. Penyakit ini bukan merupakan suatu disease entity tapi merupakan suatu gejala penyakit yang serius yang dapat mengancam jiwa penderita (WHO).

c. Efusi Pleura adalah pengumpulan cairan di dalam rongga pleura. Rongga pleura adalah rongga yang terletak diantara selaput yang melapisi paru-paru dan rongga dada.

d. Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat cairan berlebihan di
rongga pleura, dimana kondisi ini jika dibiarkan akan membahayakan jiwa
penderitanya (John Gibson, MD, 1995,Waspadji Sarwono (1999, 786)

e. Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan
dari dalam kavum pleura diantara pleura parietalis dan pleura viseralis
dapat berupa cairan transudat atau cairan eksudat ( Pedoman Diagnosis
danTerapi / UPF ilmu penyakit paru, 1994, 111).

2. Patofisiologi

Efusi pleura terjadi karena tertimbunnya cairan pleura secara berlebihan sebagai akibat transudasi (perubahan tekanan hidrostatik dan onkotik) dan eksudasi (perubahan permeabilitas membran) pada permukaan pleura seperti terjadi pada proses infeksi

dan neoplasma.

Pada keadaan normal ruangan interpleura terisi sedikit cairan untuk sekedar melicinkan permukaan kedua pleura parietalis dan viseralis yang saling bergerak karena pernapasan. Cairan disaring keluar pleura parietalis yang bertekanan tinggi dan diserap oleh sirkulasi di pleura viseralis yang bertekanan rendah. Di samping sirkulasi dalam pembuluh darah, pembuluh limfe pada lapisan sub epitelial pleura parietalis dan viseralis mempunyai peranan dalam proses penyerapan cairan pleura tersebut.

Jadi mekanisme yang berhubungan dengan terjadinya efusi pleura pada umumnya ialah kenaikan tekanan hidrostatik dan penurunan tekanan onkotik pada sirkulasi kapiler, penurunan tekanan kavum pleura, kenaikan permeabilitas kapiler dan penurunan aliran limfe dari rongga pleura. Sedangkan pada efusi pleura tuberkulosis terjadinya disertai pecahnya granuloma di subpleura yang diteruskan ke rongga pleura.

3. Kemungkinan Data Fokus

a. Wawancara

b. Pemeriksaan Fisik

· Status Kesehatan Umum

· Tingkat kesadaran pasien perlu dikaji, bagaimana penampilan pasien secara umum, ekspresi wajah pasien selama dilakukan anamnesa, sikap dan perilaku pasien terhadap petugas, bagaimana mood pasien untuk mengetahui tingkat kecemasan dan ketegangan pasien.

· Perlu juga dilakukan pengukuran tinggi badan berat badan pasien.

c. Pemeriksaan Diagnostik

ü Pemeriksaan radiologik (Rontgen dada), pada permulaan didapati menghilangnya sudut kostofrenik. Bila cairan lebih 300ml, akan tampak cairan dengan permukaan melengkung. Mungkin terdapat pergeseran di mediatinum.

ü Ultrasonografi

ü Torakosentesis / pungsi pleura untuk mengetahui kejernihan, warna, biakan tampilan, sitologi, berat jenis. Pungsi pleura diantara linea aksilaris anterior dan posterior, pada sela iga ke-8. Didapati cairan yang mungkin serosa (serotorak), berdarah (hemotoraks), pus (piotoraks) atau kilus (kilotoraks). Bila cairan serosa mungkin berupa transudat (hasil bendungan) atau eksudat (hasil radang).

ü Cairan pleural dianalisis dengan kultur bakteri, pewarnaan gram, basil tahan asam (untuk TBC), hitung sel darah merah dan putih, pemeriksaan kimiawi (glukosa, amylase, laktat dehidrogenase (LDH), protein), analisis sitologi untuk sel-sel malignan, dan pH.

ü Biopsi pleura mungkin juga dilakukan

4. Analisa Data

No

Data Fokus

Etiologi

Masalah

1

DS:

DO:

Ø Jalan nafas secret kental produktif

Ø Ada reflek batuk bila dilakukan isap lendir

Sumbatan jalan nafas dan kurangnya ventilasi sekunder terhadap retensi lendir

Bersihan jalan nafas tidak efektif

2

DS:

DO:

Ø Ronchi terdengar seluruh lapang paru

Ø Bronkiektasis kanan dan kiri, gambaran pneumonia

Ø BGA tanggal

Akumulasi protein dan cairan dalam interstitial / area alveolar

Gangguan pertukaran gas

3

DS:-

DO:

Ø Terpasang NGT

Ø Klien tidak sadar reflek menelan tidak ada

CT Scan tanggal 15 Juni 2005:

Ø Perdarahan intra serebral region transversal kiri dengan edema

Ø Perdarahan subarachnoid

Ø Subdural higroma regio fronto temporal kanan, temporo parietal kiri dan interhemisfer serebri

Ketidakmampuan menelan

Perubahan pola nutrisi

4

DS:

DO:

Ø Memakai ventilator mode CPAP, FiO2: 30 %, nafas mesin: 10, nafas klien: 28 x/mnt, SaO2: 96.

Penggunaan ventilasi mekanik

Resiko cidera

5

DS:

DO:

Ø Klien tidak sadar

Ø Klien terpasang DC, NGT, Infus

Ø Klien terpasang ET dan ventilator

Ø Leukosit: 11,0 rb/mmk

Ø Gagal Nafas, PSA/SH,

Pemasangan selang ET dengan kondisi lemah

Resiko tinggi terhadap infeksi

6

DS:

DO:

Ø DX Medis: Sepsis, MRSA

Tanggal 5 Juli 2005:

Ø Kultur darah: ditemukan kuman Stapilokokus Epidedermis

Ø Kultur urin: ditemukan kuman Stapilokokus Aeureus

Ø Kuman resisten terhadap semua Cephalosforin dan Beta Lactam

Ø MRSA dan MRSE

Adanya sumber penularan dari kuman stapilokokus

Resiko terhadap penularan lewat udara

5. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul

Penentuan diagnosa keperawatan harus berdasarkan analisa data dari hasil pengkajian, maka diagnosa keperawatan yang ditemukan di kelompokkan menjadi diagnosa aktual, potensial dan kemungkinan. (Budianna Keliat, 1994,1) Beberapa diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan effusi pleura antara lain :

1. Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap penumpukkan cairan dalam rongga pleura (Susan Martin Tucleer, dkk, 1998).

2. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Sehubungan dengan peningkatan metabolisme tubuh, pencernaan nafsu makan akibat sesak nafas sekunder terhadap penekanan struktur abdomen (Barbara Engram, 1993).

3. Cemas sehubungan dengan adanya ancaman kematian yang dibayangkan (ketidakmampuan untuk bernafas).

4. Gangguan pola tidur dan istirahat sehubungan dengan batuk yang menetap dan sesak nafas serta perubahan suasana lingkungan Barbara Engram).

5. Ketidakmampuan melakukan aktivitas sehari-hari sehubungan dengan keletihan (keadaan fisik yang lemah) (Susan Martin Tucleer, dkk, 1998).

6. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan pengobatan sehubungan dengan kurang terpajang informasi (Barbara Engram, 1993)

6. Intervensi & Rasional

1. Ketidak efektifan pola pernafasan berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap penumpukan cairan dalam rongga pleura.

Tujuan : Pasien mampu mempertahankan fungsi paru secara normal

Kriteria hasil : Irama, frekuensi dan kedalaman pernafasan dalam batas normal, pada pemeriksaan sinar X dada tidak ditemukan adanya akumulasi cairan, bunyi nafas terdengar jelas.

Rencana tindakan :

a. Identifikasi faktor penyebab.

b. Kaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, laporkan setiap perubahan yang terjadi.

c. Baringkan pasien dalam posisi yang nyaman, dalam posisi duduk, dengan kepala tempat tidur ditinggikan 60 – 90 derajat.

d. Observasi tanda-tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah, RR dan respon pasien).

e. Lakukan auskultasi suara nafas tiap 2-4 jam

f. Bantu dan ajarkan pasien untuk batuk dan nafas dalam yang efektif

g. Kolaborasi dengan tim medis lain untuk pemberian O2 dan obat-obatan serta foto thorax.

Rasional :

a. Dengan mengidentifikasikan penyebab, kita dapat menentukan jenis effusi pleura sehingga dapat mengambil tindakan yang tepat.

b. Dengan mengkaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, kita dapat mengetahui sejauh mana perubahan kondisi pasien.

c. Penurunan diafragma memperluas daerah dada sehingga ekspansi paru bisa maksimal.

d. Peningkatan RR dan tachcardi merupakan indikasi adanya penurunan fungsi paru.

e. Auskultasi dapat menentukan kelainan suara nafas pada bagian paru-paru.

f. Menekan daerah yang nyeri ketika batuk atau nafas dalam. Penekanan otot-otot dada serta abdomen membuat batuk lebih efektif.

g. Pemberian oksigen dapat menurunkan beban pernafasan dan mencegah terjadinya sianosis akibat hiponia. Dengan foto thorax dapat dimonitor kemajuan dari berkurangnya cairan dan kembalinya daya kembang paru.

2. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh sehubungan dengan peningkatan metabolisme tubuh, penurunan nafsu makan akibat sesak nafas.

Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi

Kriteria hasil : Konsumsi lebih 40 % jumlah makanan, berat badan normal dan hasil laboratorium dalam batas normal.

Rencana tindakan :

a. Beri motivasi tentang pentingnya nutrisi

b. Auskultasi suara bising usus.

c. Lakukan oral hygiene setiap hari.

d. Sajikan makanan semenarik mungkin.

e. Beri makanan dalam porsi kecil tapi sering.

f. Kolaborasi dengan tim gizi dalam pemberian di’it TKTP

g. Kolaborasi dengan dokter atau konsultasi untuk melakukan pemeriksaan laboratorium alabumin dan pemberian vitamin dan suplemen nutrisi lainnya (zevity, ensure, socal, putmocare) jika intake diet terus menurun lebih 30 % dari kebutuhan.

Rasional :

a. Kebiasaan makan seseorang dipengaruhi oleh kesukaannya, kebiasaannya, agama, ekonomi dan pengetahuannya tentang pentingnya nutrisi bagi tubuh.

b. Bising usus yang menurun atau meningkat menunjukkan adanya gangguan pada fungsi pencernaan.

c. Bau mulut yang kurang sedap dapat mengurangi nafsu makan.

d. Penyajian makanan yang menarik dapat meningkatkan nafsu makan.

e. Makanan dalam porsi kecil tidak membutuhkan energi, banyak selingan memudahkan reflek.

f. Di’it TKTP sangat baik untuk kebutuhan metabolisme dan pembentukan antibody karena diet TKTP menyediakan kalori dan semua asam amino esensial.

g. Peningkatan intake protein, vitamin dan mineral dapat menambah asam lemak dalam tubuh.

3. Cemas atau ketakutan sehubungan dengan adanya ancaman kematian yang dibayangkan (ketidakmampuan untuk bernafas).

Tujuan : Pasien mampu memahami dan menerima keadaannya sehingga tidak terjadi kecemasan.

Kriteria hasil : Pasien mampu bernafas secara normal, pasien mampu beradaptasi dengan keadaannya. Respon non verbal klien tampak lebih rileks dan santai, nafas teratur dengan frekuensi 16-24 kali permenit, nadi 80-90 kali permenit.

Rencana tindakan :

a. Berikan posisi yang menyenangkan bagi pasien. Biasanya dengan semi fowler. Jelaskan mengenai penyakit dan diagnosanya.

b. Ajarkan teknik relaksasi

c. Bantu dalam menggala sumber koping yang ada.

d. Pertahankan hubungan saling percaya antara perawat dan pasien.

e. Kaji faktor yang menyebabkan timbulnya rasa cemas.

f. Bantu pasien mengenali dan mengakui rasa cemasnya.

Rasional :

a. pasien mampu menerima keadaan dan mengerti sehingga dapat diajak kerjasama dalam perawatan.

b. Mengurangi ketegangan otot dan kecemasan

c. Pemanfaatan sumber koping yang ada secara konstruktif sangat bermanfaat dalam mengatasi stress.

d. Hubungan saling percaya membantu proses terapeutik

e. Tindakan yang tepat diperlukan dalam mengatasi masalah yang dihadapi klien dan membangun kepercayaan dalam mengurangi kecemasan.

f. Rasa cemas merupakan efek emosi sehingga apabila sudah teridentifikasi dengan baik, perasaan yang mengganggu dapat diketahui.

4. Gangguan pola tidur dan istirahat sehubungan dengan batuk yang menetap dan nyeri pleuritik.

Tujuan : Tidak terjadi gangguan pola tidur dan kebutuhan istirahat terpenuhi.

Kriteria hasil : Pasien tidak sesak nafas, pasien dapat tidur dengan nyaman tanpa mengalami gangguan, pasien dapat tertidur dengan mudah dalam waktu 30-40 menit dan pasien beristirahat atau tidur dalam waktu 3-8 jam per hari.

Rencana tindakan :

a. Beri posisi senyaman mungkin bagi pasien.

b. Tentukan kebiasaan motivasi sebelum tidur malam sesuai dengan kebiasaan pasien sebelum dirawat.

c. Anjurkan pasien untuk latihan relaksasi sebelum tidur.

d. Observasi gejala kardinal dan keadaan umum pasien.

Rasional :

a. Posisi semi fowler atau posisi yang menyenangkan akan memperlancar peredaran O2 dan CO2.

b. Mengubah pola yang sudah menjadi kebiasaan sebelum tidur akan mengganggu proses tidur.

c. Relaksasi dapat membantu mengatasi gangguan tidur.

d. Observasi gejala kardinal guna mengetahui perubahan terhadap kondisi pasien.

5. Ketidakmampuan melaksanakan aktivitas sehari-hari sehubungan dengan keletihan (keadaan fisik yang lemah).

Tujuan : Pasien mampu melaksanakan aktivitas seoptimal mungkin.

Kriteria hasil : Terpenuhinya aktivitas secara optimal, pasien kelihatan segar dan bersemangat, personel hygiene pasien cukup.

Rencana tindakan :

a. Evaluasi respon pasien saat beraktivitas, catat keluhan dan tingkat aktivitas serta adanya perubahan tanda-tanda vital.

b. Bantu Px memenuhi kebutuhannya

c. Awasi Px saat melakukan aktivitas.

d. Libatkan keluarga dalam perawatan pasien.

e. Jelaskan pada pasien tentang perlunya keseimbangan antara aktivitas dan istirahat.

f. Motivasi dan awasi pasien untuk melakukan aktivitas secara bertahap.

Raasional :

a. Mengetahui sejauh mana kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas.

b. Memacu pasien untuk berlatih secara aktif dan mandiri.

c. Memberi pendidikan pada Px dan keluarga dalam perawatan selanjutnya.

d. Kelemahan suatu tanda Px belum mampu beraktivitas secara penuh.

e. Istirahat perlu untuk menurunkan kebutuhan metabolisme.

f. Aktivitas yang teratur dan bertahap akan membantu mengembalikan pasien pada kondisi normal.

6. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan pengobatan sehubungan dengan kurangnya informasi.

Tujuan : Pasien dan keluarga tahu mengenai kondisi dan aturan pengobatan.

Kriteria hasil :

1. Px dan keluarga menyatakan pemahaman penyebab masalah.

2. PX dan keluarga mampu mengidentifikasi tanda dan gejala yang memerlukan evaluasi medik.

3. Px dan keluarga mengikuti program pengobatan dan menunjukkan perubahan pola hidup yang perlu untuk mencegah terulangnya masalah.

Rencana tindakan :

a. Kaji patologi masalah individu.

b. Identifikasi kemungkinan kambuh atau komplikasi jangka panjang.

c. Kaji ulang tanda atau gejala yang memerlukan evaluasi medik cepat (contoh, nyeri dada tiba-tiba, dispena, distress pernafasan).

d. Kaji ulang praktik kesehatan yang baik (contoh, nutrisi baik, istirahat, latihan).

Rasional :

a. Informasi menurunkan takut karena ketidaktahuan. Memberikan pengetahuan dasar untuk pemahaman kondisi dinamik dan pentingnya intervensi terapeutik.

b. Penyakit paru yang ada seperti PPOM berat, penyakit paru infeksi dan keganasan dapat meningkatkan insiden kambuh.

c. Berulangnya effusi pleura memerlukan intervensi medik untuk mencegah, menurunkan potensial komplikasi.

d. Mempertahankan kesehatan umum meningkatkan penyembuhan dan dapat mencegah kekambuhan.

7. Daftar Pustaka

Al sagaff H dan Mukti. A, Dasar – Dasar Ilmu Penyakit Paru, Airlangga University Press, Surabaya ; 1995

Carpenito, Lynda Juall, Diagnosa keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinik Edisi 6, Penerbit Buku Kedokteran EGC,;1995

Engram, Barbara, Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Volume I, Penerbit Buku Kedokteran EGC ; 1999

Gibson, John, MD, Anatomi Dan Fisiologi Modern Untuk Perawat, Jakarta EGC ; 1995

Keliat, Budi Anna. Proses Keperawatan, Arcan Jakarta ; 1991

Marrilyn. E. Doengus, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3 Jakarta EGC ; 1999

Tidak ada komentar:

Posting Komentar