Rabu, 09 Juni 2010

BAB I

PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik atau adalah sebuah proses dari seorang ahli medis memeriksa tubuh pasien untuk menemukan tanda klinis penyakit. Hasil pemeriksaan akan dicatat dalam rekam medis. Rekam medis dan pemeriksaan fisik akan membantu dalam penegakkan diagnosis dan perencanaan perawatan pasien.

Biasanya, pemeriksaan fisik dilakukan secara sistematis, mulai dari bagian kepala dan berakhir pada anggota gerak. Setelah pemeriksaan organ utama diperiksa dengan inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi, beberapa tes khusus mungkin diperlukan seperti test neurologi.

Dengan petunjuk yang didapat selama pemeriksaan riwayat dan fisik, ahli medis dapat menyususn sebuah diagnosis diferensial,yakni sebuah daftar penyebab yang mungkin menyebabkan gejala tersebut. Beberapa tes akan dilakukan untuk meyakinkan penyebab tersebut.

Sebuah pemeriksaan yang lengkap akan terdiri diri penilaian kondisi pasien secara umum dan sistem organ yang spesifik. Dalam prakteknya, tanda vital atau pemeriksaan suhu, denyut dan tekanan darah selalu dilakukan pertama kali.

Pada bab ini akan dibahas pemeriksaan umum, pembahasan pemeriksaan kepala dan leher, pemeriksaan punggung, anggota gerak, dan alat kelamin.

KESADARAN

Derajat kesadaran biasanya dinyatakan sebagai :

1. Kompos Mentis adalah sadar sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan di sekelilingnya.

2. Apatis adalah keadaan kesadaran pasien yang segan untuk berhubungan dengan kesadaran sekitarnya, sikap acuh tak acuh.

3. Letargi adalah keadaan kesadaran pasien yang tampaknya lesu dan mengantuk. Istilah lain suf (Belanda), drowsy (Inggris).

4. Somnolen adalah keadaan kesadaran pasien yang selalu mau tidur saja, dapat dibangunkan dengan rasa nyeri, atau untuk makan / minum, namun jatuh tertidur kembali.

5. Sopor adalah keadaan kesadaran pasien yang mirip koma, berbaring dengan mata tertutup, tidak menunjukkan reaksi jika dibangunkan, kecuali dengan rangsang nyeri. Refleks kornea meski lunak masih bisa dibangkitkan, reaksi pupil utuh. Istilah lain stupor.

6. Koma adalah keadaan kesadaran yang hilang sama sekali, dengan rangsang apapun reaksi atas rangsang tak akan timbul. Refleks apapun tak didapatkan lagi, bahkan batuk atau muntah pun tidak ada.

.

TAKSIRAN UMUM

Taksiran pemeriksa akan umur pasien kadang–kadang tidak sesuai dengan kenyataan, misalnya pada orang normal dengan kelainan pada raut muka, sikap badan dan warna rambut atau pada pasien dwarfism, kusta.

BENTUK BADAN

Bentuk yang abnormal dapat dijumpai misalnya pada :

1. Akromegali adalah bentuk tubuh sebagai akibat hiperfungsi kelenjar pituitari anterior setelah tertutupnya epifisis. Kepala tampak lebih besar dari biasanya, hidung, dagu serta rahang bawah membesar dan menonjol demikian rupa, sehingga gigi – gigi rahang ata dan bawah tidak dapat saling bertemu.

2. Berbagai keadaan salah bentuk (malformation) misalnya bibir sumbing dan paralis saraf muka.

3. Kelainan bentuk tulang belakang, yaitu berupa :

a. Kifosos adalah lengkung tulang belakang ke arah belakang yang abnormal, contohnya pada tuberkolosis tulang dan penyakit paget.

b. Lordosis adalah lngkung tulang belakang ke arah depan yang abnormal, contohnya pada tuberkulosis tulang pinggul.

c. Skoliosis adalah lengkung tulang belakang ke arah lateral yang banormal, contohnya pada poliomielitis.

HABITUS

1. Astenikus adalah bentuk tubuh yang tinggi, kurus, dada rata atau cekung, angulus costae, dan otot – otot tak bertumbuh dengan baik.

2. Atletikus adalah bentuk tubuh olahragawan, kepala dan dagu yang terangkat ke atas, dada penuh, perut rata, dan lengkung tulang belakang dalam batas normal.

3. Piknikus adalah bentuk tubuh yang cenderung bulat, dan penuh dengan penimbunan jaringan lemak subkutan.

CARA BERBARING DAN MOBILITAS

Pasien yang masih bisa memiringkan badannya tanpa kesulitan, dikatakan skap berbaringnya aktif, sebaliknya yang lemah, dan sikap berbaring yang pasif. Mobilitas pasien yang tidak diharuskan tirah baring, kadang ada yang gelisah. Contohnya pada pasien hipertiroidisme.

CARA BERJALAN

Pada beberapa penyakit tulang, sendi atau saraf, cara berjalan dapat memberi petunjuk–petunjuk yang berharga. Misalnya pasien hemiplegia biasanya mengangkat kaki yang lumpuh dalam gerakan setengah lingkaran sewaktu ia berjalan.

Lengan yang lumpuh biasanya dalam keadaan kaku dan sedikit fleksi bila dibandingkan dengan yang sehat.

KEADAAN GIZI

Penilaian keadaan gizi dapat berupa normal, gemuk, atau kurus. Hal ini dinilai dengan mengukur tinggi serta berat badan. Nilai normal berkisar ± 10% dari 90% x (tinggi badan cm-100) x 1 kg.

Untuk menentukan status gizi dapat pula dipakai indeks massa tubuh. Indeks massa tubuh (IMT) dihitung dengan rumus IMT = BB (kg) / TB2 (m2). Klasifikasi IMT (kg/m2).

BB kurang < 18,5

BB normal 18,5 – 22,9

BB lebih ≥ 23,0

· Dengan resiko 23,0 – 24,9

· Obes I 25,0 – 29,9

· Obes II ≥ 30

Catatan : BB = berat badan

a. TB = tinggi badan

Kakeksia adalah keadaan kurus yang sangat, dapat dijumpai pada penyakit – penyakit lama dan berat, misalnya teberkulosis dan keganasan.

ASPEK KEJIWAAN / STATUS MENTAL

Penilaian aspek kejiwaan seseorang pasien meliputi:

1. Tingkah laku :

ü Wajar

ü Tenang atau gelisah

ü Hipoaktif atau hiperaktif

2. Alam perasaan : biasa, sedih, gembira, cemas, takut, atau marah.

3. Cara proses berfikir :

a. Wajar

b. Cepat, lambat, atau terhambat

c. Adanya gangguan wham, fobia, atau obsesi

Berdasarkan data di atas, pemeriksa dapat mengambil kesimpulan tentang keadaan umum pasien, keadaan sakitnya, serta keadaan gizinya.

PEMERIKSAAN NADI

Pemeriksaan nadi dilakukan dengan palpasi pada arteri radialis kanan dan kiri di dekat pergelangan tangan. Palpasi silakukan dengan 2 atau 3 jari. Bila perlu dilakukan juga di tempat–tempat di mana arteri berjalan di permukaan, misalnya arteri femoralis di fasa inguinalis, arteri dorsalis pedis di dorsum pedis. Yang harus diperhatikan pada nadi adalah :

1. Frekuensi denyut nadi per menit

a. Takikardia (pulfus frequent) adalah frekuensi nadi di atas 100 kali per menit.

b. Bradikardia (pulfus rasus) adalah frekuensi nadi di bawah 60 kali per menit.

Sebaiknya pemeriksaan nadi dilakukan setelah orang beristirahat 5-10 menit. Dalam keadaan latihan jasmani atau pada keadaan suhu badan yang tinggi (febris) nadi menjadi cepat. Pada keadaan hipertoni perasimpatis terjadi bradikardia. Keadaan di mana kenaikan suhu ridak sesuai dengan kenaikan kecepatan nadi disebut bradikardia relative, misalnya pada demam tifoid.

2. Irama denyut nadi

Ditentukan teratur (regular) atau tidak teratur (irregular). Nadi di bawah 50 kali per menit kadang – kadang disebabkan kelainan hantaran rangsang pada jantung. Bila tidak teratur, menunjukkan beberapa kemungkinan antara lain :

a. Sinus aritmia adalah keadaan normal di mana pada inspirasi denyut nadi lebih cepat dari pada saat ekspirasi.

b. Ekstrasistolik adalah keadaan di manan terdapat sekali-kali denyut nadi yang datang lebih cepat (prematur) dan disusul dengan suatu istirahat yang lebih panjang. Kadang-kadang denyut prematur itu tidak teraba pada arteri radialis, teraba seolah-olah denyut nadi terhenti sesaat.

c. Fibrilasi atrial adalah keadaan di mana denyut nadi sama sekali tidak teratur (tidak ada irama dasar). Dalam keadaan ini harus dihitung denyut jantung dan dibandingkan dengan frekuensi nadi dan biasanya frekuensi nadi lebih rendah sehingga terdapat pulfus defisit.

d. Blok atrioventrikular adalah keadaan di mana tidak semua rangsang dari nodus SA diteruskan ke ventrikel sehingga saat itu ventrikel tidak berkontraksi. Dalam keadaan ini biasanya terdapat bradikardia.

3. Besarnya pengisian nadi

a. Pulfus parvus adalah nadi dengan isi kecil.

b. Pulsus parvus adalah nadi dengan isi besar.

Juga harus diperhatikan persamaan dengan nadi – nadi yang berikutnya, bila tetap sama disebut ekual dan bila pengisian nadi tidak sama disebut unekual. Harus pula dibandingkan denyut nadi kanan dan nadi kiri. Perbedaan isi denyut nadi kanan dan kiri terdapat mislnya pada aneurisma arkus aorta atau pada koarktasio aorta.

4. Kualitas nadi : tergantung dari tekanan nadi

a. Pulvus celer (abrupt pulse) adalah bila tekanan nadi (selisih antara tekanan sistolik dan tekanan diastolik) cukup besar akan menimbulkan pengisian dan pengosongan denyut nadi yang teraba mendadak.

b. Pulsus dartus (plateau pulse) adalah bila selisih itu kecil akan menimbulkan

5. Tegangan nadi : tergantung dari kondisi arteri radialis dan tekanan darah arteri radialis. Arteri radialis yang sklerosis dan menebal teraba lebih keras dan kaku. Kadang – kadang juga bila tekanan darah menjadi tinggi, arteri radialis teraba lebih tegang.

Keadaan lain nadi yang mungkin terdapat pada pemeriksaan adalah :

a) Kadang – kadang pada palpasi, segera setelah teraba puncak pulsasi arteri radialis, teraba lagi puncak pulsasi berikutnya. Keadaan ini disebut dicrotic pulse yang bisa terbaba pada penyakit – penyakit yang disertai demam terutama pada demam tifoid.

b) Pulsus paradoksus adalah keadaan nadi perifer di mana pada inspirasi denyut nadi menjadi lemah atau hilang dan pada ekspirasi menjadi keras lagi. Dalam keadaan normal, kadang – kadang pada inspirasi denyut nadi menjadi lemah sedikit (disebabkan sebagian darah terisap ke dalam rongga dada) dan kembali keras pada akhir inspirasi (pulsus paradoxus dynamicus).

c) bila denyut nadi tetap lemah dari awal sampai akhir inspirasi dan baru kembali normal pada awal ekspirasi disebut pulsus paradoxus mechanicus. Keadaan ini terjadi pada perikarditis adhesiva. Pulsus paradoksus sebaiknya diperiksa dengan menggunakan tensimeter dengan manset pada arteri brakialis.

d) Pulsus alternans adalah keadaan di mana silih berganti adanya denyut nadi kuat dan denyut nadi yang lemah. Denyut nadi yang lemah disebabkan oleh kontraksi miokard yang memburuk dan sampai pada arteri radialis lebih kecil dibandingkan dengan denyut nadi yang kuat. Sebaiknya pemeriksaan pulsus alternans dilakukan dengan tensimeter. Pulsus alternans ditemukan pada gagal jantung, penyakit arteri koronaria, hipertensi, dan takikardia paroksismal.

e) Pulsus bigeminus adalah keadaan di mana terjadi dua denyut berturut – turut, kemudian disusul oleh pause yang lebih lama (nadi yang mendua). Keadaan ini terjadi pada intoksikasi digitalis.

TEKANAN DARAH

Cara mengukur tekanan darah adalah :

1. Palpasi untuk mencegah salah ukur akibat menghilangnya bunyi pada auskultasi (auscultatory gap).

2. Auskultasi (cara yang paling sering dipakai).

Lebar manset juga berpengaruh. Lebih sempit menset, lebih tinggi ukuran tekanan darah yang didapatkan. Lebar manset untuk orang dewasa kira – kira 12 cm. Faktor yang berpengaruh adalah posisi / sikap pasien (tidur atau berdiri), emosi pasien, kurang istirahat, dan rokok.

Tehnik mengukur :

Pengukuran biasanya dilakukan pada lengan kanan. Pasien dapat berbaring atau duduk dengan tanang dan santai. Tidak boleh ada pakaian sempit yang melingkari lengan yang akan diperiksa. Tempat pada lengan yang diperiksa letaknya setinggi jantung. Manset cukup dilingkarkan dengan rapat tanpa menyebabkan nyeri pada lengan atas dalam sikap setengah abduksi ± 1,5 cm di atas fosa antikubiti. Tekanan baru diukur selang beberapa waktu (10-15 menit). Tekanan dinaikkan sampai ± 20 mmHg di atas tekanan sistolik dugaan sambil melakukan palpasi pada arteri radialis. Cara ini harus selalu digunakan lebih dahulu sebagai penyawasan untuk cara berikutnya (auskultasi).

Stetoskop diletakkan pada fosa antekubiti di atas arteri brakialis dan bunyi nadi Korotkoff terdengar pada tekanan dalam manset dengan perlahan–lahan diturunkan (dengan kecapatan 2–3 mm untuk tiap satu denyut nadi). Yang disebut sebagai tekanan sistolik adalah bunyi pertama yang terdengar (Korotkoff 1). Yang disebut sebagai tekanan diastolik adalah saat bunyi hilang (Korotkoff V). Pada keadaan tertentu misalnya pada aorta insufisiensi perlu dituliskan saat bunyi mulai lemah (Korotkoff IV) dan saat bunyi mulai menghilang (Korotkoff V) saat bunyi menghilang.

Beda antara tekanan sistolik dan diastolik disebut tekanan nadi (pulse pressure). Jika ditemukan hipertensi (tekanan sistolik lebih dari160 mmHg atau diastolik lebih dari 90 mmHg), harus diukur juga tekanan darah pada semua ekstremitas.

Tekanan darah pada tungkai bawah diukur dengan manset di bagian distal tungkai atas dengan stetoskop di arteri poplitea. Biasanya lebih dahulu meraba arteri femoralis atau arteri dorsalis pedis untuk kemungkinan adanya koartasio aorta atau tekanan / obstruksi aorta (juga arteri iliaka, dan arteri femoralis) oleh aneurisma, tumor, dan trobus. Perhatian besar pulsasi dan bandingkan pulsasi kiri dan kanan. Arteri pada dorsum pedis juga harus dipalpasi.

BAB II

KULIT, RAMBUT, DAN KUKU

1. RIWAYAT KESEHATAN

a. Gejala Umum/ Perlu Perhatian

§ Kerontokan rambut

§ Ruam.

§ Tahi lalat/nevus

b. Promosi dan Konseling Kesehatan

§ Topik penting u/ promosi dan konseling Kesehatan

§ Faktor resiko u/ melanoma

§ Menghindari paparan sinar matahari yg berlebihan

Anjurkan klien u/ menghindari pa2ran sinar matahari yang tdk perlu dan menggunakan tabir surya SPF- 15. Anjurkan klien u/ menghindari pa2ran sinar matahari yang tdk perlu dan menggunakan tabir surya SPF- 15.

2. TEKNIK-TEKNIK PEMERIKSAAN

1) Kulit

Periksa seluruh permukaan kulit di bawah cahaya yang baik. Inspeksi dan palpasi setiap area, perhatikan :

a. Warna : sianosis, ikterus, karotenemia, perubahan melanin.

b. Kelembaban : lembab, kering, berminyak

c. Temperatur : dingin, hangat

d. Tektur : licin, kasar

e. Mobilitas : menurun pada oedema

f. Turgor : menurun pada dehidrasi

Perhatikan adanya lesi

§ Lokasi dan distribusi : merata, terlokalisasi

§ Anatomisnya

§ Susunan dan bentuknya : linier,berkumpul, dermatomal.

§ Tipe : makula,papula,pustula, bula, tumor

§ Warna : merah ,putih, cokelat, lembayung muda

2) Rambut

Inspeksi dan palpasi rambut, perhatikan :

a. Kuantitastipis : tebal

b. Distribusi : alopesia,sbgn atau total

c. Tekstur halus : kasar

3) Kuku

Inspeksi dan palpasi kuku jari tangan dan kaki, perhatikan:

a. Warna : sianosis,pucat

b. Bentuk : jari tabuh,clubbing

c. Adanya lesi : paronikia,onikolosis

Bantuan Interpretasi Perubahan Warna pada Kulit

Warna/Mekanisme Penyebab Khusus

1. Cokelat : peningkatan melanin> : terpapar sinar matahari,

a. Kuantitasnya dr norma genetik : kehamilan ( melasma)

b. Seseoran : Penyakit Addison

2. Biru ( sianosis ):

Peningkatan deoksihemoglobin,

karena hypoksia :

a. Periper : ansietas a/ lingkungan yg dingin

b. Sentral ( aterial ) : penyakit jantung a/ paru

c. HB abnormal : methemoglobinemia,

sulfhemoglobinemia

3. Merah : peningkatan visibilitas,

oksihemoglobin krn:

a. Dilatasi pemb. Darah superfisial : demam, kulit menyemu

b. Atau peningkatan aliran darah : asupan alkohol,inplamasi

setempat ke kulit

b. Penuruna penggunaan 02 di kulit : pemaparan terhadap dingin, mis

telinga dingin

4. Kuning :

a. Peningkatan bilirubin ikterik : penyakit hepar, hemolisis sel

( sklera tampak kuning )

sel darah merah

b. Karotenemia(sklera tdk tampak : peningkatan asupan karoten,dari

buah-buahan, sayuran yang berwarna kuning

5. Pucat : penurunan Melanin : albinisme,vitiligo,tinea versikolor

Penurunan visibilitas Oksihemoglobin

Karena :

a. Penurunan aliran darah ke kulit : sinkope atau syok

b. Penurunan jumlah oksihemoglobin : anemia

c. Oedema : sindrome neprotik

Lesi Kulit yang Menonjol

1. Lesi Primer

Lesi Datar, tidak teraba, ada perubahan warna kulit, antara lain :

a. Makula adalah bercak datar dan kecil berukuran sampai 1.0 cm.

Contoh: hemangioma, vitiligo

b. Patch adalah bercak datar, 1,0 cm atau lebih.

Contoh: Bercak Café-Au-Lait

Penonjolan dapat Teraba : Masa Padat

1. Papula : berukuran sampai 1.0 cm. Contoh : nevus yg menonjol.

2. Plak : lesi permukaan yg menonjol 1,0 cm a/ lebih, yang sering di bentuk oleh kumpulan papula. Contoh: Psoriasis

3. Nodul : lesi seperti kristal yang berukuran > 0,5 cm, sering > dalam dan > keras dari Papula, Contoh: Dermatofibroma

4. Kista : nodul yang berisi material yang dapat ditekan keluar, berupa cair atau semipadat. Contoh : kista epidermal inklusis

5. Kutil : suat areal superfisial oedema kulit lokal yang relatif ireguler dan transien.

Contoh : gigitan nyamuk, urtikaria

Elevasi yang dapat Dipalpasi pada Rongga yang Berisi Cairan

1. Vesikel : sampai 1,0 cm terisi cairan serosa. Contoh : Herpes simplek

2. Bula : 1,O cm A/ > besar berisi cairan serosa. Contoh : gigitan serangga.

3. Pustula : berisi pus.

Contoh: akne, cacar, infetigo

4. Scabies : sangat kecil, terowongan di bwh kulit, ditemukan disela jari dan selangkangan di akibatkan oleh kutu pakai mikroskop

2. Lesi Sekunder

Lesi Sekunder dapat muncul dari lesi primer :

1) Skale : epidermis yang mengalami eksfoliasi dan krusta tipis.

Contoh: iktiosis. Ketombe, Kulit kering, Psoriasis

2) Krusta : residu eksudat kulit yang mengering spt serum, pus, atau darah.

Contoh : impetigo.

3) Lisenifikasi : penebalan epidermis yang dapat diraba dan tampak nyata serta kulit kasar dengan peningkatan visibilitas cekungan kulit yang normal ( sering krn gesekan kronis )

Contoh : neurodermatis

4) Jaringan Parut : jaringan penyambung yg menonjol karena cidera atau penyakit.

Contoh: acne.

5) Keloid : pembentukan jaringan parut hypertropik yg meluas melewati batas cidera aslinya.

Lesi Kulit Dalam

1. Erosi : kehilangan epidermis superfisial tanpa jaringan parut permukaannya lembab tetap tidik berdarah.

Contoh : stomatitis afte, area lembab setelah ruptur vesikel. Seperti pada cacar

2. Ekskoriasi : erosi linier atau berlubang yg disebabkan oleh cakaran.

Contoh : cakaran kucing

3. Fisura : pecah-pecah linier pd kulit sering akibat kulit terlalu kering.

Contoh : kaki atlet

4. Ulkus : hilangnya epidermis dan dermis dapat berdarah dan membentuk jaringan parut. Contoh :ulkus statis krn insufiensi vena, syangker sipilis.

3. Lesi Vaskuler dan Purpura Kulit

1) Angioma Ceri

Ø Tampilan : merah terang atau rubi dpt menjadi kecoklatan sesuai usia 1-3 mm bulat datar kadang menonjol dpt dikelilingi suatu halo pucat.

Ø Penyebaran : ditemukan pd tubuh atau ekstremitas.

Ø Makna: tdk ada peningkatan ukuran dan jumlah sesuai penuaan.

2) Spider Angioma

Ø Tampilan : merah api, sangat kecil 2 cm, di tengah tubuh kadang menonjol menyebar saparti eritema

Ø Penyebaran : wajah leher, lengan dan tubuh atas ttp hampir tidak pernah di bawah pinggang

Ø Makna : penyakit hati, kehamilan, dipisiensi vit B, normal pada beberapa orang

3) Spider nevi

Ø Tampilan : kebiruan, bervareasi dpt menyerupai sarang laba-laba atau bentuk linier tidak beratur atau kaskade

Ø Penyebaran : sebagian besar sering terjadi di kaki, vena terdekat juga pada dada anterior

Ø Makna : sering disertai peningkatan tekanan dlm vena supervisial seperti pada varises vena

4) Petekia dan purpura

Ø Tampilan : merah gelap atau ungu kemerahan memudar setiap saat 1-3 mm melingkar kadang-kadang tidak teratur atau datar.

Ø Distribusi bervareasi

Ø Makna : darah diluar pembuluh darah menunjukan gangguan pendarahan atau jika itu mrpkn petekia, emboli pada kulit

5) Ekimosis

Ø Tampilan : ungu menjadi warna hijau, kuning dan coklat setiap saat berukuran > dari petekia melingkar, oval, dan tidak teratur

Ø Penyebaran : berpareasi

Ø Makna : darah diluar pembuluh darah sering akibat memar atau trauma juga terlihat pada gangguan pendarahan.

TUMOR KULIT

1. Keratosis aktinik

2. keratosis seborea

3. Karsinoma sel basal.

4. karsinoma sel skuamosa

5. Sarkoma kaposi pada aids

Kuku Jari dan Tangan

a) Jari tabuh : falang dorsal membulat dan menggelembung

b) Paronikia : inflamasi pada lipatan kuku proksimal dan lateral dapat acut / kronis

c) Onikolisis : pelepasan lempeng kuku disertai dengan pita distal kemerahan meningkat coklat terlihat pada penuaan dan beberapa penyakit kronis

d) Garis putih transversal : garis putih yang serupa dengan curva lunula ini disertai penyakit dan tumbuh keluar beserta bertambahnya kuku

KELENJAR GETAH BENING

Pemeriksaan dilakukan dengan inspeksi dan palpasi untuk menentukan adanya pembesaran kelenjar getah bening di daerah kepala, leher, supraklavikula, aksila, lipat paha. Catat besar, konsistensi, perlekatan, atau nyeri tekan dari kelenjar getah bening yang membesar.

Pembesaran kelenjar getah bening (KGB) di daerah inguinal dan aksila harus diselidiki menyeluruh dengan meraba tempat di mana KGB biasanya membesar. Adanya perubahan KGB menandakan pada daerah irigasi kelenjar limfe tersebu terdapat proses infeksi atau metastasis tumor ganas. Konsistensi KGB yang keras mencurigakan proses karsinoma, sedang pada konsistensi sedang – keras mungkin dijumpai pada tuberculosis, leukemia atau infeksi menahun

.

BAB III

PEMERIKSAAN FISIK KEPALA DAN LEHER

Umumnya pemeriksaan kepala adalah dengan inspeksi dan palpasi, antara lain :

1) Ekspresi wajah : menunjukkan watak dan emosi, keadaan kesakitan.

2) Simetri muka : asimetri biasanya tampak pada pasien dengan paresis N. VII.

3) Warna : (lihat bahasan kulit)

Muka pada miksedema biasanya membengkak (tidak melekuk ke dalam pada tekanan jari pemeriksa). Bibir dan lidah tampak menebal dengan kesadaran yang somnolen. Muka pada tirotoksikosis, karena eksoftalmus dan gerakan bola mata yang cepat, tampak seperti ketakutan.

Pada pasien lepra, terdapat infiltrasi jaringan subkutan pada dahi, dagu dan pipi dengan hidung yang melebar tapi pesek. Keadaan ini mirip muka seekor singa, karena itu disebut pula sebagai facies leonina.

Nyeri tekan sinus frontalis, maksilaris : diperiksa ada / tidaknya nyeri.

Pertumbuhan Rambut

Rambut rontok di seluruh badan ataupun setempat (alopesia areata). Dapat dijumpai pada penyakit infeksi berat (demam tifoid) atau penyakit endokrin (diabetes mellitus, dan miksedema).

Ø Pembuluh darah temporal : Penebalan, aneurisma. Pada auskultasi dapat terdengar bising pada aneurisma.

Ø Nyeri tekan : Di tempat keluarnya saraf – saraf supra – dan infraorbita.

Ø Deformitas : Akromegali, penyakit paget, tumor, trauma.

MATA

Pemeriksaan mata biasanya dengan inspeksi, palpasi dan juga dengan bantuan alat-alat seperti pen-light, funduskopi dan peta Snellen.

a) Eksoftalmus adalah bola mata yang menonjol keluar, karena fisura palpebra yang melebar ditandai dengan terlihatnya kornea yang tampak seluruhnya dan dikelilingi sklera. Dapat dijumpai pada tirotoksikosis, dan trombosis sinus kavernosus.

b) Enoftalmus adalah bola mata yang tertarik ke dalam, misalnya pada keadaan dehidrasi, dan sindrom Horner.

c) Tekanan bola mata naik (glaukoma) atau turun (dehidrasi).

d) Gerakan : strabismus (juling) adalah keadaan di mana kedudukan bola mata abnormal, karena sumbu bola mata berkedudukan demikian rupa sehingga proyeksi rangsang optik di kedua mata tidak sesuai. Strabismus konkomitan disebabkan kerusakan saraf – saraf penggerak mata, sedangkan strabismus paresis/paralisis disebabkan kelumpuhan saraf-saraf penggerak mata. Strabismus divergen adalah keadaan di mana mata cenderung melihat ke lateral, sebaliknya dengan strabismus konvergen.

e) Deviation conjuge adalah keadaan bola mata yang keduanya selalu melihat ke satu jurusan dan tidak dapat dilirikkan ke arah yang lain, secara pasif ataupun dengan kemauan sendiri.

f) Nistagmus adalah gerakan bola mata yang berjalan secara ritmis, mula-mula dengan lambat bergerak ke satu arah, kemudian dengan cepat kembali ke arah posisi semula. Keadaan ini dihubungkan dengan gangguan susunan vestibular.

g) Nistagmus yang tidak ritmis (pendular), adalah nistagmus tanpa komponen gerak cepat atau lambat. Biasanya didapatkan pada orang yang hampir buta atau buta seluruhnya.

Kelopak mata :

a) Ptosis adalah kelopak mata tampak jauh, fissura palpebrae menyempit. Terlihat seperti bengkak muka pada penyakir ginjal. Terjadi karena kelumpuhan m.levator palpebrae yang disarafi saraf otak III.

b) Xantelasma adalah bercak kekuningan pada kulit kelopak mata. Dihubungkan dengan peninggian kadar lemak dalam darah.

c) Blefaritis adalah radang pada kelopak mata.

d) Edema adalah kelopak mata membengkak, kadang-kadang mata hampir tertutup.

e) Perdarahan adalah akibat trauma dan sebagainya.

Pupil : diperiksa bentuk dan lebarnya, adalah sebagai berikut :

a) Isokor adalah keadaan dimana kedua pupil sama besar dan bentuknya.

b) Miosis adalah keadaan di mana pupil yang mengecil, dan kadang – kadang amat kecil (pinpoint), misalnya pada intoksikasi morfin.

c) Midriasis adalah keadaan di mana pupil yang dilatasi, misalnya pada kerusakan saraf otak III.

Refleks pupil terhadap cahaya diperiksa dengan meminta pasien melihat obyek yang jauh, kemudian diberi rangsangan cahaya.

Konjungtiva :

a) Pinguekula adalah bercak putih kekuningan, terdiri atas jaringan ikat, berjalan pada kedua sisi kornea. Biasanya akibat hiperlipidemia.

b) Flikten adalah nodul kecil, banyak satu atau lebih, warna abu – abu agak kuning, pada beberapa bagian konjungtiva dan kornea.

c) Bercak Bitot adalah bercak segitiga pada kedua sisi kornea, warna pucat keabu – abuan, berisi epitel yang kasar dan kering kadang-kadang juga mikroorganisme. Didapatkan pada avitaminosis A.

d) Radang biasanya ditandai dengan adanya warna merah, mengeluarkan air mata dan kadang-kadang secret mukopurulen.

e) Anemia adalah warna pucat, kadang – kadang amat pucat pada anemia berat.

Kornea :

a) Xeroftalmia adalah keadaan lanjut akibat avitaminosis A. kornea menjadi kering, kesannya menjadi lunak.

b) Arkus (annulus) adalah keadaan di mana garis lengkung putih keabu – abuan yang melingkari kornea. Biasanya terdapat pada usia tua (arkus senilis).

c) Ulkus adalah keadaan dimana perselubungan seperti awan disertai tanda – tanda radang. Pasien biasanya mengeluh silau (foto fobia), bila melihat cahaya terang.

Lensa :

Ø Katarak adalah lensa yang keruh seperti awan, sering dijumpai pada orang tua dan pasien diabetes melitus.

Ø Sklera adalah pemeriksaan apakah ada atau tidaknya ikterus.

Fundus : retinopati (pada diabetes dan hipertensi), edema papil atau hemoragi. Ketiga hal ini hanya dapat ditentukan dangan funduskopi.

Visus : Pemeriksaan yang dibantu dengan peta snellen (snellen chart).

a) Emetrop adalah penglihatan sempurna, proyeksi bayangan dari benda yang dilihat, jatuh tepat di retina.

b) Hipermetrop / mata jauh adalah gangguan penglihatan di mana proyeksi bayangan jatuh di belakang retina.

c) Miop / mata dekat adalah gangguan penglihatan di nama proyeksi bayangan jatuh di depan retina.

d) Presbiop adalah gangguan penglihatan karena menurunnya daya akomodasi, sehingga bayangan jatuh di belakang retina.

e) Buta warna adalah ketidakmampuan mengenali satu atau beberapa warna. Biasanya familial. Pemeriksaan dengan melihat buku khusus berwarna ( tes Ishihara ).

Lapangan penglihatan :

· Hemianopsia adalah penyempitan lapangan penglihatan. Misalnya tidak bisa melihat separuh bagian sebelah kanan lapangan penglihatan, disebut hemianopsia homonim dekstra.

· Skotoma adalah daerah yang tidak dapat dilihat pada lapangan penglihatan.

TELINGA

Pemeriksaan telinga dilakukan dengan inspeksi, palpasi, dan bantuan alat.

1) Daun telinga : defomitas, tanda radang, atau tofi.

2) Tofi : benjolan keras, satu atau lebih, merupakan timbunan Na-biurat pada rawan telinga. Dijumpai pada pasien Gout.

3) Liang telinga : serumen, sekret, atau deskuamasi.

4) Selaput / gendang telinga : utuh / tidak.

5) Nyeri tekan di prosessus mastoideus merupakan tanda mastoiditis.

6) Pendengaran : biasanya uji pendengaran dilakukan dengan berbicara keras dan berbisik, dengan garpu penala, dekat arloji, atau audiometer. Normalnya detak jam masih terdengar baik pada jarak 12,5 – 27,5 cm.

Bila ada keluhan tuli pada pasien, harus dibedakan ketulian akibat gangguan hantaran atau ketulian akibat gangguan saraf. Cara pemeriksaan memakai garpu tala (uji penala) dengan frekuensi 512 Hz atau 1024 Hz.

Test Rinne

Tujuan : mengetahui ketulian akibat gangguan saraf atau gangguan hantaran suara tulang dengan membandingkan hantaran suara melalui tulang.

Cara : setelah garpu penala dibunyikan secara ringan, ditempatkan alas alat tersebut di prosessus mastoideus sampai pasien tidak lagi mendengar suaranya. Kemudian cepat pindah garpu penala tersebut dekat dengan liang telinga. Pastikan apakah pasien masih dapat mendengarnya.

Dalam keadaan normal dan ketulian akibat gangguan saraf bunyi melalui udara terdengar lebih lama dibandingkan melalui tulang.

Test Weber

Tujuan : mengetahui ketulian akibat gangguan saraf atau gangguan hantaran tulang dengan prnsip hantaran suara yang ditimbulkan tepat di tengah-tengah dahi atau ubun kepala akan disalurkan sama kuatnya ke dua telinga (lateralisasi).

Cara : letakkan garpu penala setelah dibunyikan secara ringan pada puncak kepala atau tengah-tengah dahi. Tanyakan apakah pasien dapat mendengar pada kedua sisi telinganya.

Dalam keadaan normal, suara dapat terdengar sama kuatnya di kedua telinga. Pada ketulian karena gangguan konduksi suara di-´lateralisasi´-kan (terdengar) di telinga yang tuli saja. Pada ketulian karena gangguan saraf suara terdengar di telinga yang sehat.

HIDUNG

Pemeriksaan hidung dilakukan dengan inspeksi, palpasi, dan bantuan alat.

· Bagian luar : tulang rusak karena lues ( saddle nose ), kusta, atau lupus.

· Septum : adakah terdapat deviasi.

· Selaput lendir : adakah penyumbatan, perdarahan, atau ingus dalam lubang hidung.

MULUT DAN TENGGOROK

Pemeriksaan dilakukan dengan inspeksi, menicum bau napas, dan dengan bantuan alat (spatula lidah).

· Bibir : pucat, sianosis, atau fisura.

§ Keilitis adalah tanda – tanda radang pada bibir.

§ Herpes adalah lesi dapat ditemukan pula di hidung, dagu, dan pipi. Biasanya berupa vesikula sebesar jarum pentul, yang akan kering dalam beberapa jam dan meninggalkan krusta.

· Selaput lendir :

§ Stomatitis adalah akibat infeksi.

§ Afte adalah lesi kecil – kecil (1-10 mm) pada selaput lendir, mula-mula sebagai vesikula kemudian timbul infeksi sekunder, membentuk ulkus yang dangkal.

§ Leukoplakia adalah bercak keputihan akibat epitel yang menebal dengan fisura dan likenifikasi.

· Gigi geligi : jumlah, macam karies, dan abses alveoli.

· Lidah : diperiksa adakah berselaput (demam tifoid) bergetar (tremor), basah atau kering (dehidrasi), papil jelas atrofi. Diperiksa pula adakah fisura, deviasi leukoplakia, glositis, kanula (kista kelenjar ludah atau kelenjar mukosa yang tertutup, terjadi di dasar mulut, dekat frenulum lidah).

· Langit – langit :

§ Palatoskitis adalah celah pada garis tengah akibat kegagalan prosessus palatum untuk saling bersatu, karenanya terdapat hubungan yang abnormal antara hidung dengan ronga mulut.

§ Torus palatinus adalah benjolan pada garis tengah kadang-kadang bisa membesar seperti tumor.

· Bau pernapasan :

§ Aseton adalah pada keadaan diabetes melitus ketoasidosis, kelaparan (starvation).

§ Amoniak adalah biasanya pada koma uremikum.

§ Gangren adalah berbau makanan yang busuk, dijumpai misalnya pada abses paru.

§ Foetor hepatik adalah pada keadaan koma hepatik.

LEHER

Pemeriksaan leher berorientasi pada beberapa hal:

· M. Sternokleidomastoideus

· Trakea

· Manubrium sterni

· Organ-organ arteri / vena / kelenjar yang terdapat sekitar leher, seperti arteri karotis, vena jugularis kelenjar tiroid, dan kelenjar parotis.

Pada inspeksi leher tentukan adakah :

· Asimetri karena pembengkakan. Pembengkakan dapat disebabkan aneurisma arteri karotis, pembengkakan terdapat pada satu sisi dan dapat diraba pulsasi arteri pada daerah tersebut.

· Pulsasi yang abnormal. Bendungan vena, bila terdapat bendungan aliran darah ke vena torakalis, vena-vena jugularis akan tampak menonjol. Hal ini tampak misalnya pada tumor intratorakal (sindrom vena jugularis), gagal jantung kanan.

· Terbatasnya gerakan leher yang dapat disebabkan adanya pembengkakan leher. Kekakuan pada leher, misalnya kaku kuduk pada menginitis, tetanus.

· Tumor misalnya pad limpoma (biasanya unilateral), tumor kista brakhialis, pembesaran kelenjar tiroid.

· Tortikolis : pada keadaan ini leher miring pada arah yang sakit dan sukar digerakkan karena rasa nyeri. Misalnya pada infeksi m. Sternokleidomastoideus atau m. Trapezius, tuberkulosis vertebra servikalis.

· Kelenjar limfe : pembesaran kelenjar limfe dapat dijumpai pada tuberkulosis kelenjar, leukimia, limfoma malignum. Bila didapati, dituliskan besarnya, konsistensi, serta nyeri tekan. Mungkin pula didapati fisula.

· Kelenjar tiroid (struma) : dinyatakan besar dan bentuknya (normal, difusa, nodular), konsistensi (kenyal, keras, kista), dan ada tidaknya bising auskultasi.

Cara memeriksa pasien dengan kelainan kelejar tiroid adalah dengan inspeksi kemudian dilakukan palpasi. Pasien membelakangi pemeriksa, kemudian dengan kedua tangan pemeriksa dari arah belakang meraba kelenjar tiroid. Pasien juga disuruh menelan ludahnya, agar pada saat menelan tersebut dapat dinilai apakah benjolan yang terdapat akan bergerak dengan pernafasan.

Auskultasi dilakukan pada tiroid yang membesar, untuk mengetahui adalah bruits pada kelenjar tiroid tersebut, yang canderung untuk suatu keadaan vaskularisasi yang bertambah misalnya pada suatu keganasan, tirotoksikosis. Auskultasi dilakukan dari arah depan.

Trakhea diperiksa letaknya (terdorong atau tertarik).

Pengukuran Tekanan Vena Jugularis

Pemeriksaan dilakukan pada vena jugularis eksterna kana karena ia merupakan hubungan (sambungan) langsung dari vena kava superior. Pada gagal jantung kanan, bendungan di ventrikel kanan diteruskan ke atrium kanan dan vena kava superior sehingga tekanan vena jugulsris meninggi. Pada gagal jantung kiri, bendungan ventrikel kiri diteruskan ke atrium kiri dan vena pulmonalis dan kemudian tertampung dalam paru.

Cara pengukuran tekanan vena jugularis adalah dengan cara langsung dan tidak langsung.

Cara Langsung

Titik – titik pengukuran :

§ Titik acuan adalah bidang horizontal melalui tempat sambungan iga ke-2 dengan sternum.

§ Titik nol adalah tempat dimana tekanan sama dengan nol, yaitu setinggi tengah-tengah atrium kanan.

§ Jarak titik acuan titik nol pada orang dewasa adalah 5 cm (R). Jarak ini konstan.

Tekhnik Pengukuran : Pasien berbaring dengan lengan diletakkan 5 cm di bawah titk acuan ( jadi setinggi atrium kanan). Jarum dimasukkan dalam vena brakhialis dan dihubungkan dengan manometer air. Tekanan dibaca pada manometer.

Cara Tidak Langsung

Menurut Lewis Borts, sebagai pengganti manometer dipakai vena jugularis. Pasien berbaring dan leher harus lemas. Tentukan vena jugularis eksterna kanan. Vena tidak boleh dikosongkan dengan mengurutnya. Vena ditekan 1 jari mula-mula di sebelah atas (distal) dekat mandibula dengan jari lain, kemudian tekanan oleh jari pertama dilepaskan. Lihat sampai di mana vena terisi waktu inspirasi biasa. Tingginya diukur dari titik acuan.

Misalnya pada pemeriksaan tekanan vena 2 cm lebih tinggi dari titik acuan. Karena jarak titik acuan-titik nol sama dengan R (atau 5 cm), maka tekanan vena adalah R + 2 cm H2O atau 5 + 2 cm H2O. Lebih baik tidak ditulis 7 cm H2O, untuk memperlihatkan jarak R adalah 5 cm H2O. Tekanan vena normal menurut cara ini : 3 cm H2O (5-2 cm H2O).

Letak kepala atau posisi leher pasien harus sedemikian rupa sehingga vena terisi sampai kira-kira di pertengahan antara mandibula dan klavikula.

Jika pada gagal jantung kanan hebat dengan vena jugularis yang tersisi penuh sampai mandibula, pasien harus ditinggalkan letak kepalanya. Harus diingat pula bahwa kepala dan leher pasien selalu dalam keadaan lemas.

Pada keadaan normal dengan tekanan vena normal, kadang-kadang kepala harus diturunkan agar vena dapat terisi sampai kira-kira di pertengahan leher. Peninggian dan penurunan letak kepala pasien tidak akan mengubah tekanan vena oleh jarak R merupakan jari-jari konstan suatu bola dengan pusat atrium kanan sebagai titik pusatnya.

Pengukuran tekanan vena di leher (cara tidak langsung) tidak dapat dipercaya pada anak-anak karena leher terlalu pendek atau pada pasien dengan struma karena struma mungkin menekan vena jugularis. Tekanan vena meninggi pada gagal jantung kanan, perikarditis eksudativa dengan tamponade jantung, atau perikarditis konstriktiva.

Bendungan vena kava superior dapat diketahui dan diukur di vena jugularis dengan cara Lewis Borts (pengukuran tekanan vena). Bendungan di vena pulmonalis (gagal jantung kiri) tidak dapat diukur dengan cara langsung (menggunakan manometer air pada vena brakhialis), tetapi harus menggunakan penyadapan jantung kanan (dengan menggunakan kateter Swan-Ganz).